.: BLOG INI SEDANG DALAM KONSTRUKSI SETELAH 2 TAHUN TERBEKUKAN :.

Monday, August 31, 2009

tuhan, kau di mana?

di sini saya terdampar

bukan laut yang membuang saya. bukan langit yang menjatuhkan saya. bukan pula sungai menghanyutkan saya. tapi saya, sudah di sini. mungkin sejak kemarin. atau kemarinnya lagi. hadir, tanpa masa lalu di sini. atau di sana. kecuali, kenangan yang menyatukan saya dengan hari ini.

saya adalah seekor burung tua. yang hinggap kelelahan di dermaga ini. menontoni kapal tonkang melepas tambatan. menanyai nelayan dan penumpang kapal. memekik pada laut. bergumam pada riak-riak.

yang saya butuh adalah,
        pergi!

kembali?
        itu, barangkali hanyalah soalan nanti...

tolong pinjamkan saya mistar langit. saya mau mengukur jarak matahari. mengira jarak dari rumah ke kota ini. biar bisa menyadari. bahwa telah jauh kaki ini pergi. meski ternyata keterasingan tak pernah berbeda. hanya sekedar bertukar warna, bermalih rupa.

jam ini saya di sini. menanyai gadis manis ditepi dermaga, tentang ini-tentang itu. melempar segepok senyum. mencuri secarik tawa. menyimpannya jadi koleksi. saya rugi. tapi masih bisa gembira. tak apa. itu semua sekedar pertanda, bahwa saya baik-baik saja.

senja membuat saya berkhayal, pacar saya adalah gadis dalam lukisan jeihan. yang menunggu setia ditepi jendela. dia menulis surat dan bercerita apa saja. dan saya menjawab dengan kartu pos, gambar dermaga. gambar perahu. atau langit dan burung kuntul. dengan oretan dua- tiga kata.

                matahari mencium kening laut
                senja begitu rapuh.

saya menciumi bau laut. adakah cinta saya basin seperti laut. yang bergolak sendirian. yang terengah kehausan ditengah limpah samudra. mencari kekasih, yang tak tau menunggu di pantai mana. hingga berteriak :

                tuhan, tuhan kau dimana?

labuan, tanggal teratai
(Baca Selengkapnya)

Sunday, August 30, 2009

saya saya saya...

saya
    saya
        saya

ah...

saya memang naif, menyukai wajah naif, senyum naif, orang-orang naif, karna mungkin saya adalah kenaifan itu sendiri. yang meski telah hidup berpuluh tahun, ditempa waktu, dilewati peristiwa. tapi selalu merasa bodoh dan tak betulbetul memahami diri sendiri. selalu belajar namun tak pintar-pintar. dan kadang terheran-heran dengan kelebihan yang dimiliki orang lain, yang lebih sedikit pengalaman tapi lebih banyak memahami. tentang apapun. pada siapapun...

saya. mengapa begitu banyak saya, yang selalu saya katakan. mungkin karna saya ini manusia yang masih butuh pengakuan. yang meski melemparkan subjek, tetap ada ruang kosong yang minta diisi.

...

dia
    dia
        dia
adalah lelaki yang mencintai malam. selalu terpesona dengan malam.

malam, baginya bagai sekuntum bunga, yang rekah dalam diam. tersaput lembab, menebar parfum rembulan. melemparkan sejuk, yang menjalar dialun hening, mengalir dalam nada lembut. dia merasa dirinya berlari, dalam angan. dalam nyata. kakinya, nafasnya, mimpinya membelah udara.

         mengintai sepi, yang lengang, dirapat beton kaku,
                  mengintip bibir embun, yang diciumi kerlap lampu.

dia mencari posisi,

lelaki itu membidik. malam yang diam, menahan nafas. lelaki itu memotret. malam yang diam tersenyum padanya. lelaki itu adalah dia, dia itu yang menenteng tustel menyusuri jalan, dan melusup lorong dalam bayang-bayang. dia akan pulang menjelang dinihari. membawa mimpinya tentang semua pesona kerjap lampu.

kini dihadapannya sebuah cermin. saya melihat dibalik sana, dia lelah dan menua. betapapun dia lari, tapi kesini akan kembali, sebab menanti.

                , klik!

night ramadhan9,1230 h
(Baca Selengkapnya)